Kok Bisa Ya, Petani Tiongkok Kantongi NPWP dan SIM A di Bogor


JAWAPOS.COM | JawaPos.com - Penangkapan empat WNA di perbukitan Gunung Leutik, Desa Sukadamai, Kecamatan Sukamakmur, membuka tabir serbuan imigran gelap asal Tiongkok ke Bogor. Tanpa mengantongi surat resmi, WNA tersebut bebas menyewa lahan dan bercocok tanam. Diketahui pula, salah satu imigran telah memiliki SIM A dan nomor pokok wajib pajak (NPWP) Republik Indonesia.

Kepala Desa Sukadamai Jaon Latipah angkat bicara soal keberadaan empat imigran ilegal di wilayahnya. Menurut dia, pemerintah desa mulai berkomunikasi dengan para imigran pada Juni silam.

Heri adalah orang yang membawa imigran masuk ke Sukadamai. Dia mendapatkan bantuan dari kerabatnya yang bekerja sebagai PNS di Pemda Cianjur.

 "Orang yang tahu persis ceritanya, suami saya, Pak Maman Suherman," tutur Jaon, lalu meminta Radar Bogor (Jawa Pos Group)menghubungi sang suami untuk mendapatkan cerita lebih lengkap.

Ditemui di tempat terpisah, Maman Suherman yang juga LPM Desa Sukadamai mengungkapkan, awalnya para imigran itu mengaku berasal dari Korea. Mereka mencari lahan untuk menanam cabai. 

"Karena kebetulan saya dikuasakan untuk mengelola lahan garapan milik Aling, warga Jakarta, saya pun menyambutnya dengan baik. Apalagi, dia (WNA, Red) menjanjikan memberdayakan warga di sini untuk menjadi karyawan. Kalimat itulah yang membuat saya tambah senang," ungkap Maman.

Dia juga menjelaskan, batas waktu penggarapan tanah berstatus hak guna usaha (HGU) itu hanya selama dua tahun. Sementara itu, luas tanah yang dibutuhkan adalah 20 hektar. 

"Menyewa lahan ini hanya pakai kuitansi antara saya dan Heri. Kalau menurut Aming, sewaktu di Hongkong dia sudah berprofesi sebagai pengusaha cabai. Nah, dia pun menanyakan untuk pemasaran di Jakarta itu ada dimana. Aming juga mengatakan, dia berasal dari Hongkong hanya sudah lama tinggal di Jakarta dan rumahnya ada di Tangerang. Sewaktu mereka ke sini, jumlahnya belum ada empat, hanya dua orang. Saya juga baru tahu kalau nama Aslinya Aming adalah Yu Wai Man," jelasnya.

Selama di Sukadamai, para WNA itu tinggal di rumah gubuk di tengah perkebunan. Meski Aming mengaku dari Korea, dia paham bahasa Indonesia. Di lahan pertanian itu, Aming bertugas mengurus pembukuan, sedangkan tiga WNA lain bekerja sebagai teknisi.

"Selama di sini, mereka tidak pernah bermasalah. Justru keempat imigran banyak membantu. Terbukti, 30 warga di sini menjadi karyawan tetap mereka. Warga dibayar Rp 60 ribu per hari," terangnya.

Sekarang, menurut Maman, dengan tertangkapnya keempat WNA, warga banyak yang menganggur. Namun, jika para imigran tersebut memang bersalah, warga pun mendukung proses hukum. "Untuk harga sewa tanah, 1 hektare Rp 2,5 juta per tahun. Mereka juga memperbaiki jalan," ucapnya.

Sementara itu, Kasi Pengawasan Keimigrasian pada Kantor Imigrasi Bogor Arief A Satoto menjelaskan, pihaknya terus memeriksa empat WNA Tiongkok, yakni YWM (37), XXJ (40), GH (50), dan GZ (50) yang diduga melakukan penyalahgunaan visa. Keem­patnya diperiksa sejak pagi hingga malam. "Belum ada perkembangan. Akan kami lanjutkan besok (hari ini, Red)," ujarnya.

Selasa (8/10) tim imigrasi yang dipimpin Arif menggerebek sebuah lahan pertanian di Kampung Gunung Leutik, Desa Sukadamai, Kecamatan Sukamakmur. Di sana tim menangkap empat WNA asal Tiongkok yang bekerja sebagai petani cabai. (fdm/rp1/d/c5/ami)


Post a Comment

Mohon berkomentar yang tidak menyinggung SARA. Mari bangun komentar yang konstruktif

Lebih baru Lebih lama