APKLI Sebut Bupati Bogor Tak Pahami Perpres 125/2012


HALLOBOGOR.COM | Cisarua. Ribuan pedagang kaki lima (PKL) di sepanjang Jalan Raya Puncak, dari Kecamatan Ciawi, Megamendung, sampai Cisarua, Kabupaten Bogor, masih terus mempertanyakan langkah dan kebijakan Bupati Bogor Nurhayanti yang dianggap menyepelekan PKL. Sebab, pembongkaran sekitar 1.300 lapak PKL di kawasan Puncak tak dibarengi dengan penyediaan tempat relokasi yang pasti dan memadai.

Ribuan PKL mengaku masih banyak yang tak mengetahui harus pindah ke mana akibat Pemkab Bogor tak melakukan sosialisasi secara menyeluruh sebelumnya.

Setelah pembongkaran dilakukan pada hari pertama, Selasa (5/9/2017), dan setelah PKL protes, barulah muncul spanduk dari Pemkab Bogor yang terpampang di tikungan Desa Cilember, Kecamatan Cisarua, yang disinyalir milik Taman Wisata Matahari (TWM). 

“Seharusnya spanduk tersebut dipasang jauh-jauh hari oleh Pemkab Bogor. Kalau polanya seperti itu berarti Pemkab Bogor tidak mengerti tentang pola penataan dan pemberdayaan serta relokasi PKL sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 Tahun 2012 tentang Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima,” tegas Wakil Ketua DPP Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI), Salman Bunasti, Rabu (6/9/2017).

Salman menegaskan, aturan main relokasi bagi PKL semuanya sudah diatur dalam beleid aturan tersebut. “Jadi seharusnya Pemkab Bogor memberi penjelasan sedini mungkin kepada para PKL terkait relokasi tersebut, jangan mendadak,” tegasnya. 

Hal senada diungkapkan aktivis Bogor Selatan, Imam Wijaya. “Kami mengecam tindakan yang tergesa-gesa dari Pemkab terkait pemasangan spanduk tersebut. Padahal jauh sebelumnya bahkan tadi pagi sampai siang hari ketika pembongkaran terjadi belum terpasang sama sekali. Ini sudah digusur baru masang spanduk. Ini boleh dibilang Pemkab terlalu bodoh tidak tahu aturan. Jangankan memberdayakan sesuai instruksi Perpres, menata PKL saja tidak becus,” tandasnya. (wan)


Post a Comment

Mohon berkomentar yang tidak menyinggung SARA. Mari bangun komentar yang konstruktif

Lebih baru Lebih lama